Kenakalan siswa dalam satu lembaga pendidikan adalah suatu yang
bisa kita dapati dengan mudah dan seakan tidak bisa dielakkan oleh para
pendidik. Sehingga guru harus benar-benar sadar bahwa memperpaiki kenakalan itu
adalah bagian tugasnya sebagai pendidik. Sebab tugas guru tidak hanya
memberikan pengetahuan yang bersifat kognitif, melainkan harus memperbaiaki
sikap dan moral dari peserta didiknya. Maka tak heran jika imam Al-Ghzali
mengilustrasikan profesi seorang guru sama dengan para petani yang bertugas
untuk membersihkan hama dan duri-duri yang menyebabkan rusaknya ladang dan
hasil pertanian dari petani itu.
Sayangnya, tugas agung seorang guru tersebut tidak sedikit menemukan kendala dan rintangan. Kenakalan siswa yang kadang over nakal membuat guru harus banyak menarik nafas dan mengusap dada. Maka ketika demikian guru kadang dihadapkan terhadap 2 pilihan; Yaitu dengan menasihati bahkan bertindak lebih dari itu, seperti memarahi, mencubit, menjewer dan bahkan memukulnya. Ada juga yang hanya pasrah dengan sekedar menasihatinya dikarenakan takut dilaporkan oleh orang tua siswa karena telah melanggar HAM. Apalagi kasus tentang dilaporkannya guru yang harus berakhir di “SEL” bukan isapan jempol lagi.
APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH GURU, APA BOLEH MEMUKULNYA?
Ketika guru dihadapkan terhdap 2 pilihan di atas. Maka sebagai
pendidik, guru harus tetap berusaha menyadarkan dengan menasihati secara lemah
lembut.
Lalu bolehkah memukulnya ketika nasihat kita sebagai guru diabaikan begitu saja, bahkan kadang karena saking lembutnya menjadikan kenakalan itu melonjak? Bukankah guru juga manusia biasa!
Menjawab boleh tidaknya guru memukul dengan tujuan mendidik,
merupakan suatu hal yang sulit untuk dijawab, meskipun sebenarnya Al-Qur’an dan
hadis telah menyinggung tentang hal itu. sebab ketika diperolehkan bukan
berarti guru diperbolehkan memukul semaunya tanpa alasan dan kesalahan yang
jelas.
Al-Qur’an telah menyuruh suami yang istrinya nusyuz (tidak taat) kepadanya untuk dipukul,
namun perintah memukul adalah tahapan yang terakhir setelah menasihati dan
meninggalkannya di tempat tidur.
“Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka
nasihatilah mereka; tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka; dan pukullah
mereka” ( QS. An-Nisa’: 34)
Nabi juga memperbolehkan orang tua untuk memukul anaknya yang
sudah berumur 10 tahun yang sengaja meninggalkan shalat. “Dari Amr bin Syu’aib ayahnya dari kakeknya
bahwa Rasulullah Saw pernah berkata suruhlah anak-anakmu melakukan shalat sejak
usia tujuh tahun dan Pukullah jika tidak mau sholat di usia sepuluh tahun,
serta pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud)
Selain Al-Qur’an dan hadis di atas Ibnu Khaldun dalam kitab Muqoddimahnya seakan membenarkan bahwa mendidik dengan pukulan kadang juga harus diterapkan. Ibnu Khaldun Mengutip Perkataan “Wahai Ahmar aku telah menyerahkan kepadamu buah hatiku maka terimalah dengan tangan terbuka seperti anakmu sendiri dan jadikan ketaatan dia kepadamu sesuatu yang harus /suatu kewajiban. Dan jangan terlewat sesaatpun melainkan engkau arahkan dia dalam sesuatu yang positif tanpa harus engkau memmbuat dia sedih. Sehingga jadi mati kecerdasannya, dan jangan berikan toleransi kebebasan yang berlebihan sehingga dia banyak waktu luang yang terbuang. Semaksimal mungkin engkau arahkan dia dengan pendekatan dan kelembutan. Kalau dia enggan dan menentang maka kau harus bersikap tegas dan keras kepadanya.”
Khalifah Harun Ar-Rasyid ketika memasrahkan anaknya kepada Khalaf Al-Ahmar untuk diajarkan ilmu pengetahuan. Harun Ar-Rasyid berkata:
Dengan demikian jelas sudah bahwa mendidik dengan pukulan
sebenarnya diperbolehkan dalam Islam dengan beberapa catatan dan
ketentuan yang harus diperhatikan.
Hendaknya juga jika “memukul” terpaksa harus dilakukan oleh
seorang guru, hendaknya ia melakukannya dengan IKHLAS, dengan niat untuk
menghentikan kenakalan anak didiknya bukan karena dendam atau benci. Bahkan
bila perlu kita bedoa kepada Allah agar dengan pukulan itu dibukakan oleh-Nya
kesadaran kepada anak didik kita.
Adapun kode etik yang harus diperhatikan antara lain:
1. Tidak
memukul dengan sesuatu yang dapat melukai.
2. Pukulan
yang yang tidak sampai mematahkan tulang.
3. Pukulan
yang dapat memberi pelajaran.
4. Memukul
adalah solusi terakhir setelah menasihati .
5. Yang
dipukl bukan organ-organ yang vital.
6. Ada
indikasi tidak dilaporkan kepada pihak yang berwajib.
Wallahu a’lamu binafsil amri wa haqiqotil haal
(Catatan Ketika Mejadi Kepala MTs Al-Kholil. Berau
14/09/15)
Posting Komentar