Tentang
Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata atau yang sering disingkat dengan nama
Pondok Pesantren MUBA tentunya tidaklah begitu asing bagi kalangan masyarakat
Madura dan sekitarnya.
Seperti
apa yang saya baca dari berbagai sumber (lihat di www.alkhoirot.net atau ikabapusat.wordpress.com) Pondok Pesantren Mambaul Ulum didirikan mulai
tahun 1943 M. oleh RKH. Abd Majid bin Abd Hamid bin RKH. Itsbat. Jadi sampai
saat ini Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata telah berdiri kokoh berkisar
73 tahun.
Sebagai
santri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata tentunya saya ingin menceritkan
tentang Pesantrenku ini. Pesantren yang telah memberikan banyak hal kepada
saya, Hampir 8 tahun lamanya saya menimba ilmu di sana, memupuk asa dan harapan
untuk menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat bagi siapa saja.
Seperti
pengakuan saya ketika menceritakan sosok Kiaiku, KH. Abdul Hamid AMZ, bahwa
saya tidak pernah mendengar tentang beliau, pun pondok pesantren yang diasuhnya
tersebut, yaitu Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Sebab Pondok Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata baru saya dengar sekitar tahun 2000 di saat saya baru masuk
janjang MTs di Pondok Pesantren Nurul Iman Sogian. Pondok Pesantren Mambaul
Ulum Bata-Bata dikenalkan oleh seorang Ustadz yang sampai saat ini tetap saya hormati
dan saya kagumi, yaitu Ustadz Abdul Adhim seorang Ustadz yang ditugas dari
Ponpes Mambaul Ulum Bata-Bata untuk mengabdi di Ponpes Nurul Iman Sogian Omben
Sampang.
Awal
ketertarikan untuk mondok di pesantren tersebut dimulai dari orang tua saya
yang banyak mendengar dari beliau tentang pesantrennya itu. Beliau menceritakan
banyak hal tentang pesantrennya. Yang menarik perhatian orang tua saya kala itu
ialah katanya terdapat ribuan santri yang nyanti di Pondok Peantren Mambaul
Ulum Bata-Bata. Yang paling menarik, pesantren tersebut cocok untuk kelas
menengah ke bawah alias biaya hidup yang tidak terlalu mahal.
Meski
keinginan untuk segera menjadi santri di sana sudah tidak bisa ditahan lagi,
namun karena alasan keterbatasan biaya, saya pun harus menunggu kakak saya
lulus dari Pondoknya. Saya pun dibujuk untuk menunggu sampai lulus dari sekolah
menengah saya di MTs Nurul Iman. Akhirnya 3 tahun berlalu saya pun lulus, namun
lagi-lagi saya harus mengubur harapan dan impian saya untuk segera nyantri di
Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Namun meski demikian saya optimis
dengan rasa penuh harap untuk mondok di pesantren Muba. Alhamdulillah Allah SWT
mengabulkan harapan saya, meski tertunda 1 tahun namun semangat dan harapan
tidak pupus begitu saja. Tepat sekitar juni 2004 saya pun diantar dan resmi
menjadi salah satu bagian dari ribuan santri di pondok pesantren Mambaul Ulum
Bata-Bata dan tinggal di Blok/Daerah P.
Rupanya
tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, dulu saya kira cukup betah ada di
pesantren siapapun langsung menguasai berbagai fan ilmu tanpa harus melalui
proses belajar. Ternyata tidak seperti itu! Hari demi hari pun terasa sangat
berat saya jalani rasa tidak betah pun kerap kali datang mendera, maklum saat
itu sebagai santri baru saya tidak langsung masuk kelas akan tetapi harus
menunggu tes kelayakan.
Atas
saran dari keluarga yang pernah mendengar bahwa di Pondok Pesantren Mambaul
Ulum Bata-Bata menerapkan sekolah yang berlevel yaitu level A dan level B, akhirnya
saya pun masuk dari level B yang pelajarannya sedikit agak berat daripada level
A (bagaimana tidak dikatakan berat jika mau naik jenjang harus menghafal kitab
Sorrof dan Alfiyah). Saya pun mengikuti keinginan keluarga dan memilih tes di
kelas VI MI, tapi takdir berkata lain saya tidak lulus tes dan harus turun
kelas yaitu kelas V MI. Itulah sejarah kegagalan saya pertama kali dalam
pendidikan. Tapi mungkin itulah yang terbaik untuk saya. Sebab ketika saya
sudah masuk kelas V, di sanalah saya dipertemukan dengan teman-teman yang
genius dan brilian sebut saja seperti Muhajir dari Pontianak (Bintang tauladan
semasih kelas IV dan lain sebagainya).
Di
samping dipertemukan dengan teman-teman kelas yang hebat, Allah juga
mempertukan saya dengan teman-teman asrama yang menjadi inspirasi dan motivasi
saya. Salah satunya adalah teman-teman
dari Himpunan Santri Blega (HISAB), yang akhirnya saya pun bergabung di
dalamnya, meski notabene saya bukan santri yang berasal dari Kecamatan Blega.
Dimulai
dari sanalah, harapan yang kadang surut bergelora kembali, harapan yang kadang
pupus karena hembusan kerinduan bersemayam kembali. Alhamdulillah tanpa
menunggu lama sebelum naik ke jenjang Tsanawiyah saya sudah bisa menghafal
kitab Al-fiyah yang menjadi tantangan berat bagi sebagian santri Pondok Pesantren
Mambaul Ulum Bata-Bata. Setelah itu saya pun direkrut menjadi anggota Majelis
Musyawarah Kutubuddiniyah (M2KD), yang waktu itu menjadi organisasi para
kader-kader ulama.
Dari
majelis tersebut, saya belajar bersama teman-teman M2KD mengkaji kitab-kitab
ulama salaf, bahkan pada tahun 2011-2012 saya terpilih menjadi pemimpin
organisasi hebat tesebut. Dari sanalah akhirnya saya sedikit berani untuk menuangkan
kajian saya menjadi sebuah karya tulis. Akhirnya tahun 2011 terbitlah hasil
kajian saya dan teman-teman M2KD yang berjudul Kado Untung Sang Tunangan (Risalah
Nikah), Curahan Hati Sang Ukhti, kemudian di susul dengan Fikih
Curhat dan terakhir, sekitar tahun 2012
sebelum berangkat tugas dalam rangka pengabdian, saya menulis buku dengan judul
Menjadi Abi & Umi Luar Biasa. Dan hal yang paling berkesan, justru dari
M2KD lah saya kenal dengan Gusku, Gus Thohir Zain yang tidak sempat saya
ceitakan di sini. Insyaallah beliau akan saya ceritakan dalam tulisan saya
berikutnya dengan judul “KH. Thohir Zain, itu Gusku” Itulah sepenggal
rasa dan sepenggal cerita tentang saya dan Pondok Bata-Bata.
Abi_Hillya (Berau Kaltim,16 Desember 2016)
Posting Komentar