BREAKING

Rabu, 02 Agustus 2017

Curhat: Menggagalkan Pertunangan Karena Alasan Masih Ingin Kuliah. Bolehkah?

Ngaji Online- Saya adalah gadis yang baru saja menginjak masa remaja. Seminggu yang lalu saya dilamar oleh seseorang yang tak lain adalah sepupu saya sendiri. Entah apa yang harus saya perbuat, sebab dari masing-masing keluarga sudah  sepakat akan segera menikahkan saya, padahal saya tidak ingin cepat-cepat naik kepelaminan, mengingat pendidikan saya belum kelar. Lagi pula saya kurang menyukai calon saya, karena yang saya tahu ia mempuanyai kebiasaan yang tidak baik, seperti main perempuan dan lain semacamnya. Yang menjadi permasalahan.
Pertanyaan:
Bolehkah seandainya saya menggagalkan pertunangan, mengingat saya sudah resmi dilamar ?

Jawaban
Mengenai permasalahan di atas perlu diingat bahwasanya khitbah (pertunangan), itu bukanlah suatu akad sebagaimana akad nikah, yang tidak boleh digagalkan. Khitbah hanyalah sebatas proses untuk melangkah kepernikahan. Sehingga jika ada hal-hal yang menjadi alasan untuk digagalkan, maka diperbolehkan bagi seseorang pelamar atau yang dilamar untuk menggagalkan pertunangannya.

Baca Juga Curhat: Batasan Menghormati Orang yang Lain Agama
Maka dari itu, ketika anda ingin menggagalkan pertunangan, maka hendaknyalah anda  memberitahukan pada pihak keluarga anda, agar mereka cepat-cepat memberitahukan pada pihak pengkhitbah, –lebih-lebih orang yang melamar masih ada ikatan kerabat– Sehingga tidak ada kesalah pahaman antara keluarga masing-masing. Sebab ini menyangkut kehormatan anda dan keluarga anda. Dan hendaknya anda berbicara baik-baik dan terus terang bahwa anda belum siap untuk menikah karena ingin melanjutkan pendidikan. Insyaallah keluarga dan pihak pelamar akan mengerti akan kemauan anda.
الفقه الإسلامي وأدلته ج 9 ص 19
العدول عن الخطبة وأثره: بما أن الخطبة ليست زواجاً، وإنما هي وعد بالزواج، فيجوز في رأي أكثر الفقهاء للخاطب أو المخطوبة العدول عن الخطبة  ؛ لأنه ما لم يوجد العقد فلا إلزام ولا التزام. ولكن يطلب أدبياً ألا ينقض أحدهما وعده إلا لضرورة أو حاجة شديدة، مراعاة لحرمة البيوت وكرامة الفتاة. وينبغي الحكم على المخطوبة بالموضوعية المجردة، لا بالهوى أو بدون مسوغ معقول، فلا يعدل الخاطب عن عزمه الذي شاءه؛ لأن عدوله هو نقض للعهد أو الوعد، ويستحسن شرعاً وعرفاً التعجيل في العدول إذا بدا سبب واضح يقتضي ذلك، قال الله تعالى: {وأوفوا بالعهد إن العهد كان مسؤولاً} [الإسراء:34/17] وقال صلّى الله عليه وسلم : «اضمنوا لي ستاً من أنفسكم أضمن لكم الجنة: اصدقوا إذا حدثتم، وأوفوا إذا وعدتم، وأدّوا إذا ائتمنتم، واحفظوا فروجكم، وغضوا أبصاركم، وكفوا أيديكم». حكم انفساخ الخطبة أو أثره: لا يترتب على انفساخ الخطبة أي أثر ما دام لم يحصل عقد. وأما ما قدمه الخاطب من مهر: فله أن يسترده، سواء أكان قائماً أم هالكاً أم مستهلكاً، وفي حال الهلاك أو الاستهلاك يرجع بقيمته إن كان قيمياً، وبمثله إن كان مثلياً، أياً كان سبب العدول، من جانب الخاطب أو من جانب المخطوبة. وهذا متفق عليه فقهاً.
الموسوعة الفقهية الكويتية ج 19 ص 203
سادسا : الرجوع عن الخطبة: ذهب الشافعية والحنابلة إلى أن الخطبة ليست بعقد شرعي بل هي وعد ، وإن تخيل كونها عقدا فليس بلازم بل جائز من الجانبين ، ولا يكره للولي الرجوع عن الإجابة إذا رأى المصلحة للمخطوبة في ذلك ؛ لأن الحق لها وهو نائب عنها في النظر لها ، فلا يكره له الرجوع الذي رأى المصلحة فيه ، كما لو ساوم في بيع دارها ثم تبين له المصلحة في تركها ، ولا يكره لها أيضا الرجوع إذا كرهت الخاطب ؛ لأن النكاح عقد عمري يدوم الضرر فيه ، فكان لها الاحتياط لنفسها والنظر في حظها ، وإن رجعا عن ذلك لغير غرض كره لما فيه من إخلاف الوعد والرجوع عن القول ، ولم يحرم لأن الحق بعد لم يلزمهما ، كمن سام سلعة ثم بدا له ألا يبيعها.
Pertanyaan
Sebenarnya siapakah yang berhak untuk menentukan jodoh. Apakah anak atau orang tua?

Jawaban
Sebelum saya menjawab, kiranya terlebih dahulu saya akan memaparkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah ini, supaya tidak ada kesalah pahaman antara anda dan orang tua anda. Perlu diketahui, bahwa dalam masalah memilih calon pendamping hidup, pada dasarnya seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan diberi kebebasan untuk menentukannya sendiri.



Disamping seorang anaklah yang akan menjalani ikatan suci itu, juga pernikahan adalah ikatan sakral yang sifatnya bukan sementara. Bagaimana  mungkin kebahagiaan akan terwujud, jika antara anak dan calon pendampingnya tidak pernah mengenal dan memahami karakter pasangannya masing-masing. Bukankah jiwa tidak saling mengenal akan mudah untuk berselisih. Sedangkan jiwa yang sudah saling mengenal ia akan senantiasa lunak. Sebagaimana sabda nabi:

وَالْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ مَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
Artinya
Ruh-ruh itu adalah para tentara yang dipersenjatai. Ruh-ruh yang saling mengenal akan menjadi lunak, sedangkan ruh-ruh yang saling membenci akan berselisih. (HR. Bukhari dan Muslim)

Disamping seperti apa yang sudah saya paparkan di atas, ada beberapa hadits yang mendukung tentang hal itu diantaranya hadits yang diceritakan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad dari hadits Ibnu Abbas:


أَنَّ جَارِيَةَ بِكْراً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَذَكَرَتْ لَهُ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ. فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya :
“Bahwa seorang anak perempuan yang masih perawan mendatangi nabi saw., lalu ia melaporkan bahwa bapaknya telah menikahkannya (dengan seseorang) padahal ia tidak menyukainya, maka nabi saw. memberinya hak untuk memilih”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Sehingga dengan demikian, jelaslah bahwa pada dasarnya anak bebas untuk menentukan calonnya sendiri. Namun jangan sampai kebebasan ini disalah artikan, sehingga menganggap orang tua tidak mempunyai peranan dan dikesampingkan. Bebas bukan berearti ia bebas-sebebasnya tanpa mematuhi aturan main. Sebab dalam masalah menetukan jodoh peran orang tua jauh lebih penting daripada seorang anak. Itu dikarenakan orang tua lebih berpengalaman dan lebih matang pendapatya serta tidak arogan.

Sehingga tidak heran jika dalam konsep fiqh terdapat istilah ijbar dimana orang tua (ayah dan kakek) diberi wewenang khusus untuk mengawinkan putrinya yang masih perawan tanpa adanya persetujuanya telebih dahulu. Yang mana tujuannya tidak lain hanyalah untuk kepentingan anak itu sendiri. Sama sekali bukan untuk kepentingan orang tua. Mengapa saya katakan demikian, sebab yang terdapat dalam konsep fiqih, ijbar boleh dilakukan hanya kepada putri yang masih perawan, bukan kepada putrinya yang sudah janda.

Hal itu sangatlah logis, sebab seorang janda dianggap sudah selektif dan berpengalaman dalam masalah mencari calon pasangannya, sehingga ia diberi hak penuh untuk memilih calon pasangan hidupnya sendiri. Beda halnya dengan seorang perawan, yang kebanyakan masih lugu dan masih tertutup, yang kadang melihat pasangannya hanya dari luarnya saja. Akhirnya, demi mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, orang tuapun diberi hak untuk mengawinkan putrinya meski tidak ada persetujuannya terlebih dahulu. Sebagaimana terdapat dalam hadits:


اَلثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا، وَالْبِكْرُ يُزَوِّجُهَا أَبُوْهَا
Artinya:
“Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya dan bagi seorang gadis seorang ayahlah yang akan menikahkannya”. (HR. Daru Quthni)

Selain hadits di atas, juga kita tahu dalam konsep pernikahan mayoritas ulama meletakkan wali sebagai rukun yang harus dipenuhi. Yang hal itu mengindikasikan akan pentingnya peran wali dalam sebuah pernikahan. Sehingga dengan hal ini nabi bersabda.


لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
Artinya
“Tiada pernikahan (tidak sah) kecuali dengan (adanya) wali”. (HR. Ibnu Hibban)

Begitu juga, dalam konsep fiqih syafi’i terdapat sebuah pendapat yang menyatakan, bahwa ketika orang tua mempunyai calon bagi anaknya dan sudah sesuai kriteria Islam (kufu’/serasi) namun disamping itu pula anaknya tidak mau sebab ia telah  mempunyai calon sendiri (yang juga kufu’), maka mayoritas dari mereka lebih cendrung membenarkan orang tua, karena menurut mereka orang tua lebih berpengalaman dalam menentukan jodoh untuk anaknya.

Namun, walau demikian, ternyata masih banyak yang menganggap bahwa ijbar merupakan suatu bentuk pemaksaan yang akan menghilangkan hak asasi anak dalam masalah jodoh. Padahal tidak demikian, konsep ijbar ada, itu semata-mata untuk melindungi seorang anak, serta memberikan yang terbaik untuk anak itu sendiri. Sebab sampai saat ini jarang ditemukan –bahkan nyaris tidak ada,– orang tua yang tega menikahkan anak-anaknya dengan seorang laki-laki yang tidak bermoral dan tidak bertanggung jawab!. Lagi pula, hak ijbar tidak serta merta boleh langsung dilakukan, sebab orang tua masih di sunnahkan meminta izin kepada anaknya terlebih dahulu. Dan bagi orang tua yang menikahkan anakanya dengan cara ijbar diharuskan pula memenuhi beberapa ketentuan berikut ini.
  • Tidak  adanya permusuhan secara terang-terangan antara wali dan anaknya.
  • Gadis yang akan dinikahkan dan calon suaminya memang serasi atau kufu’.
  • Calon suami adalah orang yang mampu membayar mahar.
Ketiga ketentuan di atas, merupakan syarat bagi seorang wali untuk bisa menikahkan anaknya, meskipun tanpa persetujuannya terlebih dahulu, sehingga jika ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hukum nikahnya tidak sah.
Selain ketiga ketentuan di atas, masih ada beberapa ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh seorang wali, hanya saja, jika ketentuan berikut ini tidak terpenuhi, hukum pernikahannya tetap sah, namun wali tetap akan mendapatkan dosa. Adapun ketentuannya:
  • Calon suami bukan orang yang dapat membuat anaknya merasa tersiksa. Seperti dinikahkan dengan laki-laki tuna netra atau tua renta.
  • Mahar mitsil dibayar menggunakan mata uang yang berlaku.
  • Anak yang dinikahkan tidak sedang menanggung kewajiban, seperti kewajiban haji atau umrah.
Maka dari itu, saya kira, seorang anak tetap mepunyai hak untuk memilih pasangannya sendiri, hanya saja, ketika orang tua sudah memilihkan pasangan anaknya yang sudah sesuai dengan kreteria Islam, maka hendaknya si anak mau menuruti kemauan orang tua. Dan tidak ada alasan untuk menolaknya.


قضايا الفقه والفكر المعاصر للوهبة الزحيلي. ج:2, ص: 383
حق المرأة في اختيار الزوج
العلاقة الزوجية في الاصل علاقة حميمية دائمة وشركة مستمرة طوال الحياة مصدرها عقد الزواج وكل عقد يتطلب المساواة بين طرفيه ومقتضى المساواة  توافر الحرية في الاختيار من اجل ضمان الاستمرار والبعد عن التعثر والانهيار وسرعان ما ينهار رباط الزوجية القائم على الجبر والقهر والاكراه او لعدم توافر الكفاءة بين الزوجين كما حدث في عدم توافر التفاهم بين زينب بنت جحش القرشية رضي الله عنها وزيد بن حارثة رضي الله عنه المولى فطلبت الفراق وفسخ الزواج لانها انفت من زوج هو مولى وهي قرشية رفيعة النسب.
السراج الوهاج ج 1 ص 366
ولو عينت كفؤا وأراد الأب غيره فله ذلك في الأصح لأنه أكمل نظرا منها ومقابله يلزمه إجابتها إعفافا لها.
المجموع شرح المهذب (16/  165)
قال المصنف رحمه الله: (فصل) ويجوز للاب والجد تزويج البكر من غير رضاها صغيرة كانت أو كبيرة: لما روى ابن عباس رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال (الثيب أحق بنفسها من وليها والبكر يستأمرها أبوها في نفسها) فدل على أن الولى أحق بالبكر وإن كانت بالغة فالمستحب أن يستأذنها للخبر وإذنها صماتها لما روى ابن عباس رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال (الايم أحق بنفسها من وليها والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها) ولانها تستحى أن تأذن لابيها بالنطق فجعل صماتها إذنا، ولا يجوز لغير الاب والجد تزويجها إلا أن تبلغ وتأذن، لما روى نافع (أن عبد الله بن عمر رضى الله عنه تزوج بنت خاله عثمان ابن مظعون فذهبت أمها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقالت: إن ابنتى تكره ذلك فأمره رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفارقها.
حاشية البجيرمي على الخطيب (10/  203)
تنبيه : لتزويج الأب أو الجد البكر بغير إذنها شروط :
الأول  :أن لا يكون بينها وبينه عداوة ظاهرة .
الثاني : أن يزوجها من كفء .
الثالث : أن يزوجها بمهر مثلها .
الرابع : أن يكون من نقد البلد .
الخامس : أن لا يكون الزوج معسرا بالمهر .
السادس : أن لا يزوجها بمن تتضرر بمعاشرته كأعمى أو شيخ هرم .
السابع : أن لا يكون قد وجب عليها نسك فإن الزوج يمنعها لكون النسك على التراخي ولها غرض في تعجيل براءة ذمتها قاله ابن العماد .
وهل هذه الشروط المذكورة شروط لصحة النكاح بغير الإذن أو لجواز الإقدام فقط ؟ فيه ما هو معتبر لهذا وما هو معتبر لذلك ، فالمعتبرات للصحة بغير الإذن أن لا يكون بينها وبين وليها عداوة ظاهرة ، وأن يكون الزوج كفؤا ، وأن يكون موسرا بحال صداقها ، وما عدا ذلك شروط لجواز الإقدام .
Pertanyaan
Mana yang harus didahulukan antara pendidikan dan pernikahan ?

Jawaban
Pendidikan merupakan suatu keharusan dalam Islam. Bahkan dalam hadits dikatakan:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya
Menuntut ilmu merupakan kewajiban terhahadap setiap orang Islam (HR. Baihaqi)
Begitu juga dalam halnya pernikahan. Seseorang yang mampu dan siap menikah dituntut untuk segera malakukannya. Sebagaimana nabi berpesan kepada para pemuda yang mampu untuk segera menikah :


يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Artinya
“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu untuk menikah maka hendaklah ia menikah. Sebab menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun barang siapa tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa. Sebab puasa adalah pemutus syahwat.” (HR. Bukhari)

Namun, ketika ditanya mana yang harus didahulukan dan lebih penting mana antara pernikahan dan pendidikan, maka jawabannya  ialah keduanya sama-sama harus didahulukan, sebab keduanya sama-sama penting dan hal itu bukanlah suatu yang tidak mungkin untuk bisa sama-sama dilakukan. Hanya saja jika keduanya tidak memungkinkan untuk dilakukan secara bersamaan dan harus memilih antara pernikahan dan pendidikan, maka hendaklah kita melihat dari pendidikannya itu sendiri. Jika pendidikannya berupa kewajiban yang bersifat fardlu ain yang tidak boleh ditinggalkan, maka pendidikan lebih penting dari pada pernikahan. Dan apabila pendidikannya hanya bersifat fardlu kifayah maka hendaknya pernikahan harus didahulukan.
Wallahu a’lamu fi nafsil amri wa haqiqotil hal.
.


20 komentar:

  1. Saran ane sebaiknya lamar aja. Nanti kalo ketikung sama orang bahaya :D

    BalasHapus
  2. Barakallah...Agama itu juga mempertimbangkan aspek manusia..tapi agama juga tidak dapat diperbudak oleh kehendak manusia

    BalasHapus
  3. Wah bgeri juga ya, ikut prihatin visit infoloverz

    BalasHapus
  4. Terimakasih informasinya gan. Wawasan ini yang diperlukan untuk masa sekarang yang dimana era globalisasi telah masuk, khususnya anak remaja. Hehe

    BalasHapus
  5. Bagus langsung nikah aja gan sarannya saya...

    BalasHapus
  6. Memang harus iklasin aja toh Allah yang sudah mengatur jodoh setiap hambanya

    BalasHapus
  7. sebenarnya maksud orang tua menjodohkannya adalah agar mendapatkan pasangan yang baik karena tidak mungkin orang tua memilih pasangan yang buruk untuk anaknya. Tapi anak juga boleh memutuskan plihannya.

    BalasHapus
  8. Saran saya sebaiknya dilamar aja. Nanti kalo ketikung sama orang bahaya lho ..

    BalasHapus
  9. sama juga mending dilamar terlebih dahulu

    BalasHapus
  10. Waduh saya masih kecil nih belum paham soal begituan :D

    BalasHapus
  11. Saran saya mending langsung nikah aja gak apa :D

    BalasHapus
  12. Itu mach emang cuma ingin putus aja..makanya nyari" alasan karena kuliah..

    BalasHapus
  13. hmmm,maksih info nya.Jadi nambah deh wawasan

    BalasHapus
  14. wah ilmu baru lagi aja nih. makasih min infonya ane jd tau kalo mengagal pertungangan jadi gitu akibatnya

    BalasHapus
  15. waaaah kereeen bermanfaat sekali, makasih banyak....

    BalasHapus

 
Copyright © 2016 Abi Hilya