Ngaji Online-Cerita inspiratif dari kitab kuning disertai teks asli Bahasa Arab. Untuk melihat kumpulan cerita yang diambil dari kitab kuning silahkan lihat klik DAFTAR ISI
Dikisahkan pada zaman Nabi Musa As. ada seorang lelaki jahat meninggal dunia. Warga desanya enggan untuk mengurusi jenazah apalagi untuk memandikan dan menguburkan jasad orang itu dengan layak. Jasad si penjahat itu akhirnya diseret dan dilempar ke tempat pembuangan sampah.
Nabi Musa As. tiba-tiba mendapat wahyu, “Wahai Musa, ada orang meninggal di satu kampung lalu dibuang ke tempat sampah. Penduduk kampung itu tak sudi memandikan, mengkafani dan menshalatinya. Padahal dia adalah salah satu kekasihku. Maka pergilah engkau dan uruslah mayat orang itu.”
Nabi Musa As. segera menuju kampung yang dimaksudkan lalu menanyakan kepada masyarakat tentang mayat penjahat tersebut. “Ada orang mati. Dia itu jahat dan mempertontonkan kefasikannya,” jawab sebagian penduduk. “Di mana mayatnya sekarang? Sungguh aku mendapat wahyu agar mengurus jenazahnya. Beritahu saya di mana tempat orang itu.”
Maka penduduk desa mengantarkan Nabi Musa ke tempat pembuangan mayat si fasik. Mereka juga menceritakan segala kejahatan dan keburukan orang tersebut sehingga penduduk enggan mengurusi jenazahnya. Mendengar itu, Nabi Musa keheranan lalu berdoa, “Ya Allah, Engkau perintahkan aku untuk mengurusi jenazah orang ini, sedangkan semua warga desanya bersaksi atas keburukannya. Sungguh Engkaulah Yang Maha tahu dengan pujian dan celaan.”
Nabi Musa mendapat jawaban melalui wahyu, “Wahai Musa, benar apa yang dikatakan semua warga tentang keburukannya. Namun ia telah berdoa kepadaku dengan tiga hal. Seandainya semua pendosa memohon kepadaku dengan tiga hal tersebut, niscaya aku ampuni mereka. Bagaimana tidak aku ampuni, sedangkan mereka telah meminta dirinya dariku.”
“Apakah tiga hal itu?” tanya Nabi Musa.
Allah Swt. lalu mewahyukan ketiga perkara yang dimohonkan si penjahat.
Pertama, saat ia mendekati kematian, orang itu berdoa, “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku sering bermaksiat namun sesungguhnya aku benci kemaksiatan itu. Ada tiga hal yang menyebabkan aku berbuat jahat, padahal hatiku membencinya. Yaitu hawa nafsu, teman yang jahat dan iblis terlaknat. Karena tiga hal itulah, aku berbuat maksiat. Engkau Mahatahu apa yang aku ucapkan, maka ampuniah aku.
Kedua, ia berkata, “Ya Tuhan, Engkau Mahatahu bahwa aku suka berbuat jahat, dan derajatku bersama orang-orang fasik. Namun, aku mencintai orang-orang saleh, suka bergaul dengan mereka. Menempati derajat bersama mereka lebih hamba senangi daripada bersama para orang fasik.
Ketiga, orang itu bermunajat, “Tuhanku, engkau tahu bahwa hamba lebih suka kepada orang-orang saleh daripada orang-orang jahat atau maksiat. Bahkan, andai aku bertemu dua orang, yang seorang saleh dan yang lain jahat, niscaya aku akan lebih dulu membantu keperluan orang saleh.”
Dalam riwayat Wahab bin Munabih disebutkan, orang itu juga berkata, “Tuhan, jika engkau ampuni dan maafkan dosa-dosaku, maka para kekasih dan para nabi-Mu akan bahagia. Setan yang jadi musuhku dan musuh-Mu akan bersedih. Dan, jika Engkau siksa aku karena dosa-dosaku, niscaya setan dan balatentaranya akan gembira sedang para nabi dan kekasihmu akan bersedih. Sungguh aku tahu bahwa kebahagiaan para nabi dan wali lebih Engkau sukai daripada kebahagiaan para setan. Maka ampunilah aku. Ya Allah, Engkau Maha tahu apa yang aku ucapkan adalah benar, maka ampunilah aku.”
Kemudian Allah menyampaikan bahwa Dia telah mengampuni orang tersebut karena doa dan pengakuannya. “Aku Maha pengasih dan Maha penyayang, apalagi terhadap orang yang sungguh-sungguh mengakui kesalahannya. Orang ini telah mengakui kesalahannya dihadapan-Ku, maka aku ampuni dan maafkan dia. Musa, laksanakanlah perintahku. Sungguh aku mengampuni orang yang ikut mensalati dan hadir pemakaman orang itu karena kemuliaannya.”
Kisah ini mengingatkan agar kita tidak sombong atas amal baik dan pahala yang terbayang dari amal kita, lalu merendahkan orang yang masih belepotan maksiyat. Karena akhir hayat seseorang penuh misteri dan kita tidak tahu akan mati sebagai mukmin atau kafirkah diri kita esok. Menentang kemaksiyatan itu wajib dan perlu, namun merendahkan pelaku maksiyat seraya menganggap diri lebih mulia dalam pandangan Tuhan, itulah yang akan menjerumuskan diri sendiri.
Dalam riwayat wahab bin munabbih dia berkata “Wahai tuhanku andaikata Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-dosaku maka bergembiralah para wali-Mu dan para nabi-Mu, dan bersedihlah syaitan musuhku dan musuh-Mu, dan andaikata Engkau mengadzabku sebab dosaku maka syaitan dan teman-temannya akan bergembira, dan bersedihlah para nabi dan para wali, dan sesungguhnya aku mengetahui bahwa kegembiraan para wali menurut-Mu lebih disukai daripada kegembiraan syaitan dan teman-temannya, maka ampunilah aku, Wahai Allah sesungguhnya engkau lebih mengetahui dariku akan apa yang aku katakan maka sayangilah aku dan maafkan aku”, Allah menjawab “Aku sayangi, Aku ampuni dan Aku maafkan karena sesungguhnya Aku Maha Pemurah lagi Maha Penyayang khususnya kepada orang yang mengakui dosa kepada-Ku dan orang ini mengakui dosa maka Aku mengampuninya dan memaafkannya, wahai Musa lakukan apa yang Aku peritahkan karena Aku mengampuni dengan kehormatannya untuk orang yang mensholati jenazahnya dan menghadiri pemakamannya”.
Sumber Teks Asli Kitab Syarah Al-Mawaidz Al-Usfuriyah Hal 3.
Posting Komentar