BREAKING

Jumat, 16 Desember 2016

Pesantrenku, Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata

Tentang Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata atau yang sering disingkat dengan nama Pondok Pesantren MUBA tentunya tidaklah begitu asing bagi kalangan masyarakat Madura dan sekitarnya.

Seperti apa yang saya baca dari berbagai sumber (lihat di www.alkhoirot.net atau ikabapusat.wordpress.com)  Pondok Pesantren Mambaul Ulum didirikan mulai tahun 1943 M. oleh RKH. Abd Majid bin Abd Hamid bin RKH. Itsbat. Jadi sampai saat ini Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata telah berdiri kokoh berkisar 73 tahun.

Sebagai santri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata tentunya saya ingin menceritkan tentang Pesantrenku ini. Pesantren yang telah memberikan banyak hal kepada saya, Hampir 8 tahun lamanya saya menimba ilmu di sana, memupuk asa dan harapan untuk menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat bagi siapa saja.

Seperti pengakuan saya ketika menceritakan sosok Kiaiku, KH. Abdul Hamid AMZ, bahwa saya tidak pernah mendengar tentang beliau, pun pondok pesantren yang diasuhnya tersebut, yaitu Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Sebab Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata baru saya dengar sekitar tahun 2000 di saat saya baru masuk janjang MTs di Pondok Pesantren Nurul Iman Sogian. Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dikenalkan oleh seorang Ustadz yang sampai saat ini tetap saya hormati dan saya kagumi, yaitu Ustadz Abdul Adhim seorang Ustadz yang ditugas dari Ponpes Mambaul Ulum Bata-Bata untuk mengabdi di Ponpes Nurul Iman Sogian Omben Sampang.

Awal ketertarikan untuk mondok di pesantren tersebut dimulai dari orang tua saya yang banyak mendengar dari beliau tentang pesantrennya itu. Beliau menceritakan banyak hal tentang pesantrennya. Yang menarik perhatian orang tua saya kala itu ialah katanya terdapat ribuan santri yang nyanti di Pondok Peantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Yang paling menarik, pesantren tersebut cocok untuk kelas menengah ke bawah alias biaya hidup yang tidak terlalu mahal.

Meski keinginan untuk segera menjadi santri di sana sudah tidak bisa ditahan lagi, namun karena alasan keterbatasan biaya, saya pun harus menunggu kakak saya lulus dari Pondoknya. Saya pun dibujuk untuk menunggu sampai lulus dari sekolah menengah saya di MTs Nurul Iman. Akhirnya 3 tahun berlalu saya pun lulus, namun lagi-lagi saya harus mengubur harapan dan impian saya untuk segera nyantri di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Namun meski demikian saya optimis dengan rasa penuh harap untuk mondok di pesantren Muba. Alhamdulillah Allah SWT mengabulkan harapan saya, meski tertunda 1 tahun namun semangat dan harapan tidak pupus begitu saja. Tepat sekitar juni 2004 saya pun diantar dan resmi menjadi salah satu bagian dari ribuan santri di pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata dan tinggal di Blok/Daerah P.
Rupanya tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, dulu saya kira cukup betah ada di pesantren siapapun langsung menguasai berbagai fan ilmu tanpa harus melalui proses belajar. Ternyata tidak seperti itu! Hari demi hari pun terasa sangat berat saya jalani rasa tidak betah pun kerap kali datang mendera, maklum saat itu sebagai santri baru saya tidak langsung masuk kelas akan tetapi harus menunggu tes kelayakan.

Atas saran dari keluarga yang pernah mendengar bahwa di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata menerapkan sekolah yang berlevel yaitu level A dan level B, akhirnya saya pun masuk dari level B yang pelajarannya sedikit agak berat daripada level A (bagaimana tidak dikatakan berat jika mau naik jenjang harus menghafal kitab Sorrof dan Alfiyah). Saya pun mengikuti keinginan keluarga dan memilih tes di kelas VI MI, tapi takdir berkata lain saya tidak lulus tes dan harus turun kelas yaitu kelas V MI. Itulah sejarah kegagalan saya pertama kali dalam pendidikan. Tapi mungkin itulah yang terbaik untuk saya. Sebab ketika saya sudah masuk kelas V, di sanalah saya dipertemukan dengan teman-teman yang genius dan brilian sebut saja seperti Muhajir dari Pontianak (Bintang tauladan semasih kelas IV dan lain sebagainya).

Di samping dipertemukan dengan teman-teman kelas yang hebat, Allah juga mempertukan saya dengan teman-teman asrama yang menjadi inspirasi dan motivasi saya. Salah satunya  adalah teman-teman dari Himpunan Santri Blega (HISAB), yang akhirnya saya pun bergabung di dalamnya, meski notabene saya bukan santri yang berasal dari Kecamatan Blega.
Dimulai dari sanalah, harapan yang kadang surut bergelora kembali, harapan yang kadang pupus karena hembusan kerinduan bersemayam kembali. Alhamdulillah tanpa menunggu lama sebelum naik ke jenjang Tsanawiyah saya sudah bisa menghafal kitab Al-fiyah yang menjadi tantangan berat bagi sebagian santri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Setelah itu saya pun direkrut menjadi anggota Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah (M2KD), yang waktu itu menjadi organisasi para kader-kader ulama.

Dari majelis tersebut, saya belajar bersama teman-teman M2KD mengkaji kitab-kitab ulama salaf, bahkan pada tahun 2011-2012 saya terpilih menjadi pemimpin organisasi hebat tesebut. Dari sanalah akhirnya saya sedikit berani untuk menuangkan kajian saya menjadi sebuah karya tulis. Akhirnya tahun 2011 terbitlah hasil kajian saya dan teman-teman M2KD yang berjudul Kado Untung Sang Tunangan (Risalah Nikah), Curahan Hati Sang Ukhti, kemudian di susul dengan Fikih Curhat dan terakhir, sekitar  tahun 2012 sebelum berangkat tugas dalam rangka pengabdian, saya menulis buku dengan judul Menjadi Abi & Umi Luar Biasa. Dan hal yang paling berkesan, justru dari M2KD lah saya kenal dengan Gusku, Gus Thohir Zain yang tidak sempat saya ceitakan di sini. Insyaallah beliau akan saya ceritakan dalam tulisan saya berikutnya dengan judul “KH. Thohir Zain, itu Gusku” Itulah sepenggal rasa dan sepenggal cerita tentang saya dan Pondok Bata-Bata.
Abi_Hillya (Berau Kaltim,16 Desember 2016)

Posting Komentar

 
Copyright © 2016 Abi Hilya