Assalamu alaikum Wa Rahmatullahi Wabarakatuhu.
Salam hormat untuk Pak Ustadz dan segenap para pengurus NU di Kabupaten Berau. Perkenalkan nama Saya Wahyuni dari Majelis Taklim Nurul Ilmi Perum BEL Sambaliung. Mumpung momentnya sangat tepat yaitu Bulan Maulid Nabi SAW Saya mau tanya Ustadz seputar dalil berdiri ketika membaca Shalawat Nabi atau yang umumnya dikenal dengan mahallul Qiyam. Mohon maaf sebenarnya Saya bukan ragu, hanya ingin memastikan apakah ini ada tuntunan Al-Qur’an atau As-sunnah atau memang ada dalil dari pendapat ulama tentang hal ini. Semoga pertanyaan ini tidak mengurangi rasa cinta Saya kepada Baginda Nabi SAW dan semoga kita semua mendapatkan Syafa’atnya Amin.
Assalamu
alaikum Wa Rahmatullahi Wabarakatuhu.
Terima
kasih atas pertanyaannya Ibu Wahyuni, semoga Allah SWT senantiasa menjaga dan
menguatkan cinta kepada Rasulullah SAW dengan harapan kelak kita semua
mendapatkan syafaatnya. Amin.
Ibu
Wahyuni, mengenai pertanyaan apakah berdiri saat “mahallul qiyam”
itu ada tuntunan langsung dari Al-Qur’an atau Hadis atau hanya sekedar teradisi
yang diajarkan oleh para ulama?
Maka
sebagaimana kami ketahui dari berbagai penjelasan kitab-kitab mu’tabarah yang
ditulis oleh para ulama ahli sunnah wal jama’ah bahwa memang tidak ada tuntunan
secara khusus baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Al-Qur’an hanya memberi mengisyaratkan
bahwa hendaknya kita semua merasa gembira atas karunia dan Rahmat yang telah
Allah SWT berikan kepada kita semua:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ
وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: “Katakanlah :
“Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”.
(Q.S. Yunus: 58)
Dalam Kitab Ad-Darr Al-Mantsur yang ditulis oleh Imam As-Suyuti
terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud “بفضل
الله” adalah ilmu
sedangkan maksud وبرحمته adalah Nabi Muhammad SAW.
Ibarat lengkapnya bisa dibaca di bawah ini:
الدر المنثور — جلال
الدين السيوطي (٩١١ هـ)
وأخْرَجَ أبُو الشَّيْخِ، عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ في
الآيَةِ قالَ: فَضْلُ اللَّهِ العِلْمُ، ورَحْمَتُهُ مُحَمَّدٌ ﷺ، قالَ اللَّهُ:
﴿وما أرْسَلْناكَ إلا رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ﴾ [الأنبياء: ١٠٧]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ulama menganggap
mengekspresikan kegembiraan atas diutusnya Rasulullah SAW dengan memperingati
hari atau bulan kelahiraan Rasulullah SAW adalah suatu anjuran dan keniscayaan
sebagai ungkapan syukur karena telah terlepas dari ظلمات
الجهل (gelapnya kebodohan) sehingga kita mengenal Allah SWT Tuhan sang
pencipta berkat diutusnya Baginda Nabi SAW.
Atas dasar itu pula ulama ahli sunnah wal jama’ah mengekspresikan
kecintaan dan rasa hormat kepada baginda Rasul SAW dengan berdiri disaat dilantunkan
sejarah kelahiran dan perjuangannya, sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Sayid
Bakar Syatha dalam kitab I’anah At-Thalibin juz III, halaman 414.
)فائدة)
جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى
الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ،
وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم.
Dengan demikian berdiri ketika “mahallul qiyam” adalah teradisi yang tergolong baik yang perlu kita ikuti
sebagai ekspresi cinta dan hormat kepada Nabi Muhammad SAW.
Bukankah ketika upacara bendera saja kita semua diminta untuk berdiri
sebagai penghormatan kepada tanah air? Lalu kenapa menghormati Nabi dengan cara
berdiri itu masih diragukan dan persoalkan.
Wallahul A’lamu Binafsil Amri Wa Haqiqatil Hal.
Tulisan ini telah diterbitkan di https://nuberau.or.id/
Posting Komentar