BREAKING

Senin, 16 Januari 2023

Fiqih Curhat: Bolehkah Mengucapkan Insyaallah Padahal Kurang Yakin untuk Bisa Menepati

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Mohon maaf sebelumnya. Saya ingin bertanya Ustadz terkait hukum pengucapan kata “insyaallah” ketika berjanji, dan apakah boleh seseorang mengucapkan kata tersebut padahal dirinya kurang yakin untuk bisa menepati janjinya. (Jama’ah Masjid Al-Furqon Trans Bangun Sambaliung)

 Wa alaikum salam warohmatullahi wabarakatuh.

Jawaban:

Penanya yang dirahmati Allah, semoga kita semua senantiasa dijadikan hamba yang dapat menepati janji. Aamiin.

Terkait dengan apa yang menjadi pertanyaan, maka perlu saya jabarkan terlebih dahulu terkait hukum berjanji, bahwa para ulama sepakat setiap janji yang mengandung kebaikan hendaknya ditepati dan bahkan menurut Imam Taqiyuddin As-Subuki ulama Syafi’yah, hukumnya wajib untuk ditepati. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam kitab Tarsyih Al-Mustafidin Syarah Fahul Mu’in oleh Sayid Alawi Assegaf. Hal 263

ترشيح المستفيدين شرح فتح المعين للسيد علوي السقاف. ص 263.

(تتمة) أجمعوا على أنّ الوفاء بالوعد في الخير مطلوب وهل هو مستحبّ أو واجب ذهب الثلاثة الى الاوّل وإنّ في تركه كراهة شديدة وعليه أكثر العلماء، وقال مالك إنّ اشتراط الوعد بسبب كقوله تزوّج ولك كذا ونحو ذلك وجب الوفاء به وإن كان الوعد مطلقا لم يجب اه. رحمة، واختار وجوب الوفاء بالوعد من الشافعيّة تقي الدّين السبكي كما مرّ ذلك في البيع في بيان بيع العهدة اه.

Kemudian terkait pengucapan insyaallah itu adalah sebuah adab bagi setiap muslim dalam setiap melakukan perjanjian, sebab meski dalam hati kita yakin bisa menepati, namun kita tetap manusia yang mempunyai keterbatasan, baik sehari, sejam dan bahkan sedetikpun kita tidak bisa menentukan apa yang terjadi di masa depan.

Hal sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ibnu Katsir:

 تفسير ابن كثير ((وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا))

هذا إرشاد من الله لرسوله صلوات الله وسلامه عليه، إلى الأدب فيما إذا عزم على شيء ليفعله في المستقبل، أن يرد ذلك إلى مشيئة الله - عز وجل - علام الغيوب، الذي يعلم ما كان وما يكون، وما لم يكن لو كان كيف كان يكون

Lalu bagaimana jika andai dalam hati kita kurang yakin untuk bisa menepati, semisal berbenturan dengan kerja atau rutinitas dll yang tidak memungkinkan untuk menepati janji tersebut?

Maka seyogianya, jika sudah tidak yakin untuk bisa menepati janjinya menyampaikan dengan terus terang alasan ketidak bisaannya; semisal mengatakan:

“Sepertinya saya tidak bisa datang karena benturan dengan jadwal kantor, tapi jika nanti diberi izin sama atasan insyaallah saya bisa datang” bukankah dengan seperti itu akan lebih elok dan saling menjaga kepercayaan.

Dengan demikian, ucapkan Insyallah esensinya tetaplah baik, selama tidak dijadikan modus agar orang lain percaya dan terperdaya, bukankan tanda-tanda orang munafik diantaranya adalah ketika berkata selalu berbohong, dan ketika berjanji selalu ingkar janji dan ketika dipercaya selalu berkhianat. Naudzubillah.

ثبت في صحيح البخاري عن أبي هريرة -رضي الله عنه، أنه قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: (آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خانَ)، وفي رواية مسلم وردت إضافة على الحديث ذَكَرَ فِيها: (وإنْ صامَ وصَلَّى وزَعَمَ أنَّه مُسْلِمٌ).

Wallahu A’lamu Binafsil Amri Wa Haqiqatil Haal.

 Tanya jawab ini juga dipublikasikan di NU MEDIA

Posting Komentar

 
Copyright © 2016 Abi Hilya