Assalamu alaikum Wr.Wb.
Mohon maaf sebelumnya. Saya ingin bertanya Ustadz terkait hukum
pengucapan kata “insyaallah” ketika berjanji, dan apakah boleh seseorang
mengucapkan kata tersebut padahal dirinya kurang yakin untuk bisa menepati
janjinya. (Jama’ah Masjid Al-Furqon Trans Bangun Sambaliung)
Jawaban:
Penanya yang dirahmati Allah, semoga kita semua senantiasa dijadikan hamba yang dapat menepati janji. Aamiin.
Terkait dengan apa yang menjadi pertanyaan, maka perlu saya jabarkan terlebih dahulu terkait hukum berjanji, bahwa para ulama sepakat setiap janji yang mengandung kebaikan hendaknya ditepati dan bahkan menurut Imam Taqiyuddin As-Subuki ulama Syafi’yah, hukumnya wajib untuk ditepati. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam kitab Tarsyih Al-Mustafidin Syarah Fahul Mu’in oleh Sayid Alawi Assegaf. Hal 263
ترشيح
المستفيدين شرح فتح المعين للسيد علوي السقاف. ص 263.
(تتمة)
أجمعوا على أنّ الوفاء بالوعد في الخير مطلوب وهل هو مستحبّ أو واجب ذهب الثلاثة
الى الاوّل وإنّ في تركه كراهة شديدة وعليه أكثر العلماء، وقال مالك إنّ اشتراط
الوعد بسبب كقوله تزوّج ولك كذا ونحو ذلك وجب الوفاء به وإن كان الوعد مطلقا لم
يجب اه. رحمة، واختار وجوب الوفاء بالوعد من الشافعيّة تقي الدّين السبكي كما مرّ
ذلك في البيع في بيان بيع العهدة اه.
Kemudian terkait pengucapan insyaallah itu adalah
sebuah adab bagi setiap muslim dalam setiap melakukan perjanjian, sebab meski
dalam hati kita yakin bisa menepati, namun kita tetap manusia yang mempunyai
keterbatasan, baik sehari, sejam dan bahkan sedetikpun kita tidak bisa
menentukan apa yang terjadi di masa depan.
Hal sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ibnu Katsir:
هذا
إرشاد من الله لرسوله صلوات الله وسلامه عليه، إلى الأدب فيما إذا عزم على شيء
ليفعله في المستقبل، أن يرد ذلك إلى مشيئة الله - عز وجل - علام الغيوب، الذي يعلم
ما كان وما يكون، وما لم يكن لو كان كيف كان يكون
Lalu bagaimana jika andai dalam hati kita kurang yakin
untuk bisa menepati, semisal berbenturan dengan kerja atau rutinitas dll yang
tidak memungkinkan untuk menepati janji tersebut?
Maka seyogianya, jika sudah tidak yakin untuk bisa menepati janjinya menyampaikan dengan terus terang alasan ketidak bisaannya; semisal mengatakan:
“Sepertinya saya tidak bisa datang karena benturan dengan
jadwal kantor, tapi jika nanti diberi izin sama atasan insyaallah saya bisa
datang” bukankah dengan seperti itu akan lebih elok dan saling menjaga
kepercayaan.
Dengan demikian, ucapkan Insyallah esensinya tetaplah baik, selama tidak dijadikan modus agar orang lain percaya dan terperdaya, bukankan tanda-tanda orang munafik diantaranya adalah ketika berkata selalu berbohong, dan ketika berjanji selalu ingkar janji dan ketika dipercaya selalu berkhianat. Naudzubillah.
ثبت
في صحيح البخاري عن أبي هريرة -رضي الله عنه، أنه قال: قال رسول الله -صلى الله
عليه وسلم-: (آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ،
وإذا اؤْتُمِنَ خانَ)، وفي رواية مسلم وردت إضافة على الحديث ذَكَرَ فِيها: (وإنْ
صامَ وصَلَّى وزَعَمَ أنَّه مُسْلِمٌ).
Wallahu A’lamu Binafsil Amri Wa Haqiqatil Haal.
Tanya jawab ini juga dipublikasikan di NU MEDIA
Posting Komentar