BREAKING

Latest Post

Senin, 16 September 2024

Hati dan Lidah: Dua Unsur Terbaik dan Terburuk dalam Diri Manusia

Dalam kehidupan sehari-hari, hati dan lidah memiliki peran yang sangat penting. Dua bagian ini bukan hanya merupakan bagian dari tubuh fisik, tetapi juga mewakili aspek moral dan spiritual yang menentukan baik buruknya seseorang. Kisah yang diceritakan oleh Ibnu Jarir memberikan gambaran mendalam tentang pentingnya menjaga hati dan lidah. Sebagaimana diriwayatkan:

كما روى ابنُ جريرٍ حدَّثَنا ابنُ وَكِيعٍ، حدَّثَنا أبي، عن أبي الأشهبِ، عن خالدِ الرَّبَعِيِّ قال: كان لقمانُ عبدًا حَبَشيًّا نَجَّارًا، فقال له مولاه: اذبحْ لنا هذه الشاةَ. فذبحها، فقال: أخرجْ أطيبَ مُضغَتَينِ فيها. فأخرجَ اللسانَ والقلبَ، فمكثَ ما شاء اللهُ ثم قال: اذبحْ لنا هذه الشاةَ. فذبحها، فقال: أخرجْ أخبثَ مُضغَتَينِ فيها. فأخرجَ اللسانَ والقلبَ، فقال له مولاه: أمرتُك أن تُخرجَ أطيبَ مُضغَتَينِ فيها فأخرجتَهما، وأمرتُك أن تُخرجَ أخبثَ مُضغَتَينِ فيها فأخرجتَهما. فقال لقمان: إنَّه ليس من شيءٍ أطيبَ منهما إذا طابا، ولا أخبثَ منهما إذا خَبُثا.

"Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir: Suatu ketika, Luqman—seorang hamba yang berkulit hitam dan berprofesi sebagai tukang kayu—diminta oleh tuannya untuk menyembelih seekor kambing. Setelah menyembelihnya, tuannya memerintahkannya untuk mengeluarkan dua bagian yang paling baik dari tubuh kambing tersebut. Luqman pun mengeluarkan hati dan lidah. Setelah beberapa waktu, tuannya kembali memintanya untuk menyembelih kambing lain dan mengeluarkan dua bagian yang paling buruk. Kali ini, Luqman juga mengeluarkan hati dan lidah. Ketika tuannya bertanya mengapa ia mengeluarkan bagian yang sama sebagai yang terbaik dan terburuk, Luqman menjawab: 'Tidak ada yang lebih baik dari hati dan lidah jika keduanya baik, dan tidak ada yang lebih buruk dari keduanya jika keduanya buruk.'”

Kisah ini mengajarkan kita tentang kekuatan hati dan lidah dalam membentuk karakter dan moralitas seseorang. Hati dan lidah adalah simbol kekuatan batin dan kemampuan komunikasi manusia, yang memiliki pengaruh besar terhadap perilaku dan hubungan antar manusia. Jika hati dan lidah dijaga dengan baik, keduanya bisa menjadi sumber kebaikan yang tiada tara. Namun, jika keduanya rusak, bisa jadi sumber malapetaka.

Hati: Sumber Kebaikan dan Keburukan

Hati dalam banyak ajaran agama dan moral sering dianggap sebagai pusat dari segala perasaan dan pikiran. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika baik daging tersebut, maka baiklah seluruh tubuh, dan jika buruk, maka buruklah seluruh tubuh; dan daging tersebut adalah hati. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran hati dalam menentukan tindakan dan sikap seseorang.

Hati yang bersih dan dipenuhi dengan kebaikan akan menghasilkan perbuatan yang mulia. Orang yang memiliki hati yang baik cenderung memiliki rasa empati, cinta, dan pengertian terhadap sesama. Mereka mampu melihat kebaikan dalam segala hal dan selalu mencari cara untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Sebaliknya, hati yang dipenuhi kebencian, iri, dan dendam akan merusak pemikiran dan perilaku seseorang. Hati yang busuk menghasilkan perbuatan yang merugikan dan bahkan merusak hubungan antar manusia.

Lidah: Pedang yang Tajam atau Sumber Hikmah

Lidah, sebagai alat komunikasi, memiliki potensi yang luar biasa. Melalui lidah, seseorang bisa menyampaikan kebenaran, nasihat yang bermanfaat, dan kata-kata yang menghibur. Namun, lidah yang tidak dijaga juga bisa menjadi alat penghancur, menyebarkan fitnah, kebohongan, atau kata-kata yang melukai perasaan orang lain. Sebagaimana Luqman dalam kisah di atas mengatakan, lidah bisa menjadi hal yang terbaik ketika digunakan dengan benar, tetapi juga bisa menjadi hal yang paling buruk ketika disalahgunakan.

Dalam kehidupan sosial, seringkali kita melihat bagaimana lidah bisa menjadi penyebab perselisihan atau bahkan peperangan. Kata-kata yang tidak dipikirkan terlebih dahulu bisa menyakiti perasaan, merusak hubungan, dan menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu, menjaga lidah agar selalu dalam kendali adalah salah satu kunci untuk hidup dalam harmoni dengan orang lain.

Sebaliknya, lidah yang digunakan dengan bijaksana bisa menjadi sumber kebahagiaan dan kedamaian. Kata-kata yang positif, nasihat yang membangun, dan kalimat yang penuh kasih sayang bisa mengubah kehidupan seseorang, memberikan semangat, dan menebar kebaikan di sekeliling kita.

Kebijaksanaan dalam Mengendalikan Hati dan Lidah

Kisah Luqman ini memberikan pelajaran besar tentang kebijaksanaan dalam mengendalikan dua bagian penting dari diri manusia: hati dan lidah. Kebijaksanaan dalam menjaga hati agar selalu bersih dari niat buruk dan iri hati adalah langkah pertama menuju kebaikan. Dengan hati yang bersih, seseorang dapat melihat dunia dengan sudut pandang yang lebih positif dan selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain.

Sementara itu, lidah harus selalu dikendalikan agar tidak menyakiti orang lain. Sebuah pepatah Arab mengatakan, "Lidahmu adalah harimau mu, jika tidak engkau jaga, ia akan menerkammu." Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kata-kata yang kita ucapkan agar tidak menimbulkan konflik atau menyakiti perasaan orang lain.

Kesimpulan

Kisah Luqman yang disampaikan oleh Ibnu Jarir memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga hati dan lidah. Hati dan lidah adalah dua bagian yang dapat menjadi yang terbaik jika keduanya dijaga dengan baik, namun dapat menjadi yang terburuk jika keduanya rusak. Dalam kehidupan sehari-hari, menjaga kebersihan hati dan kehati-hatian dalam berbicara adalah kunci untuk mencapai kehidupan yang harmonis, damai, dan penuh berkah.

Sebagaimana nasihat Luqman kepada tuannya, kita semua diingatkan untuk senantiasa memperhatikan kondisi hati dan lidah kita. Dengan hati yang baik dan lidah yang terjaga, kita bisa menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta menciptakan kehidupan yang penuh kebaikan dan kedamaian.

Senin, 26 Agustus 2024

DPK BKPRMI Sambaliung Gelar Pelatihan Ilmu Tajwid Pintar untuk Guru TPA

Sambaliung, 25 Agustus 2024Dewan Pengurus Kecamatan (DPK) Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Sambaliung sukses menggelar Pelatihan Ilmu Tajwid Pintar yang ditempatkan di aula SMA 4 Sambaliung pada Minggu, 25/08. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para guru Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) di wilayah Kecamatan Sambaliung menjelang pelaksanaan munaqosyah guru.

Acara ini dibuka dengan laporan panitia yang disampaikan oleh Irwansyah, yang menjelaskan pentingnya pelatihan ini sebagai persiapan untuk menghadapi munaqosyah. Setelah itu, Hj. Sitti Halimah, Ketua DPK BKPRMI Kec. Sambaliung, memberikan sambutannya dengan menekankan pentingnya peningkatan kualitas pengajaran tajwid di TPA untuk mencetak generasi yang mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar.

H. Misbahul Ulum selaku Kasi Bimas Islam Kemenag Berau memberikan sambutan sekaligus membuka pelatihan secara resmi. Dalam sambutannya, ia menyampaikan harapannya agar pelatihan ini dapat membantu para guru TPA dalam memperdalam pengetahuan mereka tentang tajwid serta meningkatkan kemampuan mereka dalam mengajarkan ilmu tersebut kepada para santri.

Setelah pembukaan resmi, kegiatan pelatihan yang dipandu oleh Ketua Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-kanak Al-Qur'an (LPPTKA) Kecamatan Sambaliung, Sahrul Anam. Beliau menyampaikan materi secara komprehensif, memberikan pemahaman mendalam serta teknik pengajaran tajwid yang efektif kepada para peserta.

Diharapkan dengan adanya pelatihan ini, para guru TPA dapat meningkatkan kemampuan mereka dan lebih siap dalam menghadapi munaqosyah yang akan datang. Pelatihan ini tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga akan berimbas positif kepada siswa-siswa dalam proses belajar membaca Al-Qur'an.

Jumat, 26 Juli 2024

Fiqih Curhat: Anak Kecil Jadi Muadzin dan Imam Shalat. Bolehkah?

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Izin bertanya seputar adzan. Apakah boleh adzan dikumandangkan oleh anak kecil yang masih duduk di bangku TPA? Di tempat kami, kadang-kadang yang mengumandangkan adzan adalah anak-anak TPA yang belum balig, dan bahkan kadang anak-anak yang agak besar kami suruh menjadi imam shalat. Mohon pencerahannya.

(Penanya: Jemaah Trans Bangun Solidaritas/TRABAS)

 Wa alaikum salam Wr. Wb.

Penanya yang dirahmati Allah SWT, adzan secara bahasa berarti pemberitahuan. Secara syar'i, adzan adalah pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan menggunakan lafadz-lafadz yang sudah ditentukan. Dalam literatur fiqih, orang yang mengumandangkan adzan harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

  • Islam
  • Berakal
  • Tamyiz
  • Laki-laki; perempuan tidak boleh adzan kecuali untuk jama'ahnya sendiri.
  • Mengetahui waktu masuknya shalat.
Adapun kesunahan-kesunahan dalam mengumandangkan adzan adalah sebagai berikut:
  • Orang yang merdeka (bukan hamba sahaya)
  • Orang yang balig (dewasa)
  • Mempunyai suara yang lantang
  • Mengetahui waktu shalat secara akurat
  • Orang yang sukarela dalam melakukannya
  • Suci dari kedua hadas
  •  Dikumandangkan di dalam atau dekat masjid dan di tempat yang tinggi (seperti pengeras suara pada zaman sekarang)
  • Berdiri dan menghadap kiblat
  • Memasukkan dua ujung jari ke lubang telinganya
  • Melafadzkan dua lafadz takbir dalam satu nafas

Dari beberapa persyaratan dan ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya anak kecil (setingkat TPA) diperbolehkan untuk mengumandangkan adzan, asalkan benar lafadz yang diucapkannya. Hanya saja, jika mengacu pada kesunahan dalam mengumandangkan adzan, maka orang dewasa yang memenuhi kriteria di atas lebih diutamakan.

Kemudian terkait anak kecil menjadi imam shalat apakah boleh (sah)? Maka sebagaimana dalam hadis bahwasanya di masa Rasulullah sebenarnya pernah terjadi peristiwa demikian, salah satu sahabat yang masih berusia sekitar enam tahun yaitu ‘Amr bin Salamah mengimami para pengikutnya, seperti dalam hadis sahabat:

 كان عمرو بن سلمة يؤم قومه على عهد رسول الله ﷺ وهو ابن ست أو سبع سنين.

“Amr bin Salamah mengimami kaumnya di masa Rasulullah , sedangkan dia masih berumur sekitar enam atau tujuh tahun.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadis tersebut, para ulama Syafi’iyyah berpandangan bahwa dihukumi sah shalatnya orang yang sudah baligh ketika makmum pada anak kecil yang sudah tamyiz (dapat membedakan hal baik dan buruk) dan mengerti tentang syarat-syarat dan rukun shalat, meskipun jamaah model demikian dihukumi makruh, sebab mau bagaimanapun masih lebih utama orang yang sudah baligh yang seharusnya menjadi imam, bukan anak kecil. Selain itu, hukum makruh ini dilandasi karena menurut tiga mazhab yang lain selain Imam Syafi’i, bermakmum pada anak kecil pada shalat fardlu dihukumi tidak sah. Keabsahan shalat dengan anak kecil ini berlaku dalam semua shalat, baik itu shalat fardlu ataupun shalat Sunnah kecuali pada shalat Jumat saat anak kecil menjadi imam dan termasuk dalam hitungan 40 orang yang dapat mengabsahkan shalat jum’at, maka dalam keadaan demikian tidak boleh bagi anak kecil untuk menjadi imam.

Waallahu A’lamu Binafsil Amri Wa Haqiqatil Haal.

 

referensi lengkapnua bisa dibaca dalam ibarat (teks) di bawah ini:

فقه العبادات - شافعي (ص: 265):

 شروط المؤذن:

1 - الإسلام والعقل: فلا يصح أذان الكافر أو المرتد أو المجنون لأنهم ليسوا من أهل العبادات.

2 – التمييز

3 - الذكورة إلا في جماعة نسوة فإذا أذنت امرأة للرجال لم يعتد بأذانها لأنه لا تصح إمامتها للرجال فلا يصح تأذينها لهم.

4 - أن يكون عارفا بالمواقيت إن كان مولى (موكلا به بشكل دائم) ومرتبا للأذان.

 

ما يسن في الأذان والإقامة:

1.   ن يكون المؤذن حرا بالغا ...

2.    أن يكون المؤذن صيتا......

3.   أن يكون عالما بأوقات الصلاة عدلا .....

4.   أن يكون المؤذن متطوعا .......

5.   أن يكون على طهارة لأن الأذن ذكر وهو متصل بالصلاة فيستحب أن يكون على طهارة ......

6.   أن يكون قرب المسجد على موضع عال ......

7.   أن يؤذن قائما ......

8.   أن يكون متوجها إلى القبلة فإذا بلغ الحيعلتين التفت عن يمينه فقال: " حي على الصلاة حي على الصلاة " ثم عن يساره فقال: " حي على الفلاح حي على الفلاح " من غير أن يحول صدره عن القبلة ولا قدميه عن مكانهما ......

9.   أن يجعل إصبعيه في أذنيه في الأذان دون الإقامة ......

10.          أن يجمع كل تكبيرتين بنفس ........

 

الفقه على مذهب الأربعة: ج،1/ص:642

الشافعية قالوا: يجوز اقتداء البالغ بالصبي المميز في الفرض إلا في الجمعة فيشترط أن يكون بالغا إذا كان الإمام من ضمن العدد الذي لا يصح إلا به فإن كان زائدا عنهم صح أن يكون صبيا مميزا

Fiqih Curhat: Hukum Memejamkan Mata Saat Shalat

Assalamu alaikum. Wr. Wb.

Mau bertanya tentang hukum memejamkan mata saat shalat boleh tidak, karena kadang saya merasa terganggu saat melihat sesuatu di depan saya?

 Wa alaikum salam Wr. Wb.

Dalam melaksanakan shalat seseorang dituntut mengerjakannya dalam keadaan khusyu’ sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Zainudin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Muin, hal 125:

وسن (فيها) أي في صلاته كلها (خشوع بقلبه) بأن لا يحضر فيه غير ما هو فيه وإن تعلق بالآخرة (وبجوارحه) بأن لا يعبث بأحدها وذلك لثناء الله تعالى في كتابه العزيز على فاعله بقوله قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون ولانتفاء ثواب الصلاة بانتفائه كما دلت عليه الأحاديث الصحيحة.

 Artinya: Sunah khusyuk di hatinya, di seluruh shalatnya, yaitu dengan tidak menghadirkan di hatinya selain yang terkait dengan shalat, meskipun terkait dengan masalah akhirat. Sunah pula adanya khusyuk pada anggota badannya, yaitu dengan cara tidak bermain-main. Kesunahan khusyuk dikarenakan Allah memuji di dalam kitab-Nya kepada para pelaku khusyuk dengan ungkapan:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ {1} الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ {2}

(Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya), juga karena pahala shalat tidak bisa didapatkan apabila tidak khusyuk sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadis-hadis sahih.

Dalam kitab tersebut beliau juga menyatakan sunah bagi orang yang melaksanakan shalat menfokuskan pandangannya pada tempat sujudnya sebab itu akan mendatangkan kekhusyuan. Beliau mengatakan:

وسن إدامة نظر محل سجوده لأن ذلك أقرب إلى الخشوع، ولو أعمى، وإن كان عند الكعبة أو في الظلمة، أو في صلاة الجنازة. نعم، السنة أن يقتصر نظره على مسبحته عند رفعها في التشهد لخبر صحيح فيه.

Artinya: Disunahkan melanggengkan pandangan mata ke arah tempat sujud supaya lebih khusyu’, sekalipun tuna tentra, sedang shalat dekat Ka’bah, shalat di tempat yang gelap, ataupun shalat jenazah. Namun disunahkan mengarahkan pandangan mata ke jari telunjuk, terutama ketika mengangkat jari telunjuk, saat tasyahud akhir, karena ada dalil shahih tentang kesunahan itu.

Kemudian apakah boleh seandainya shalat dilakukan sambil memejamkan mata sebagaimana pertanyaan di atas. Maka jawabannya adalah hukum memejamkan mata saat shalat boleh-boleh saja dan bahkan sunah jika sekiranya ada sesuatu yang menggangu pandangan dan pikirannya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anah Thalibin dan dalam masalah ini beliau merincinya menajdi empat macam:

1. Memejamkan mata boleh-boleh saja dan tidak makruh sebab tidak ada larangan.

2. Wajib memejamkan mata apabila ada yang tidak menutup aurat dalam saf shalat. Ini biasanya jarang terjadi, kecuali pada masyarakat yang sedang mengalami krisis pakaian.

3. Sunnah apabila shalat di tempat yang banyak gambar dan ukiran. Memejamkan mata disunnahkan dalam kondisi ini bila gambar dan ukiran tersebut bisa menganggu pikiran.

4. Makruh memejamkan bila berbahaya, yaitu shalat di tempat yang banyak ular atau binatang lainnya yang dikhawatirkan dapat mengancam keselamatannya.

إعانة الطالبين - البكري الدمياطي - ج ١ - الصفحة ٢١٤

(قوله: ولا يكره تغميض عينيه) أي لأنه لم يرد فيه نهي: قال ع ش: لكنه خلاف الأولى، وقد يجب التغميض إذا كان العرايا صفوفا، وقد يسن كأن صلى لحائط مزوق ونحوه مما يشوش فكره. قاله العز بن عبد السلام. اه‍ م ر. (قوله: إن لم يخف) أي من التغميض ضررا، فإن خافه كره.

BACA JUGA

 
Copyright © 2016 Abi Hilya